Kamis, 30 Oktober 2014

Pendidikan di dalam islam

Pada masa sekarang ini muncul lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Sehingga, setiap putra-putri lebih mudah mengenyam pendidikan yang bermutu. Bahkan, dengan di bukanya program RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) memudahkan para pelajar untuk berkancah di dunia internasional. Bukan hanya itu, pelajar yang kurang mampu juga bisa mengikuti program ini. Otomatis, tingkat intelektualitasnya pun terbilang unggul.
Namun, banyak pelajar maupun mahasiswa yang di daerah pedesaan maupun perkantoran melakukan perbuatan amoral dan tidak berpendidikan. Misalnya, kasus narkoba, perzinaan, korupsi dan yang lainnya. Memang secara intelektual kualitasnya tinggi, namun miskin moral dan spiritual. Hasilnya, bermunculan kader-kader perusak bangsa yang merugikan masyarakat. Ini terjadi karena rem nilai-nilai agama sudah mulai dikesampingkan.
Selain itu, kebanyakan orang memposiskan barat sebagai acuan sumber pendidikan dunia, termasuk pendidikan islam. Seorang mahasiswa dianggap hebat dan cerdas jika dia dapat menjalani studi di beberapa universitas terkemuka di barat, dimana mereka belajar ilmu agama islam disana. Padahal, universitas-universitas tersebut lebih menekankan pada kemampuan intelektual dan kemampuan emosional bukan kepada kemampuan spritual, baik hubungannya kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Bahkan, pemikirannya pun juga dirasuki paham liberalilme, sekulerisme dan paham lain yang bertengan dengan islam.
Inilah yang sekarang terjadi di tengah masyarakat modern. Orang tua lebih banyak mendidik putra-putrinya untuk terus meningkatkan intelektualitas di sekolah baik pelajar maupun mahasiswa. Salah satu caranya yaitu mengikuti les privat setiap mata pelajaran maupun mata kuliah yang bersifat umum. Sedangkan pelajaran yang bersifat keagamaan dikesampingkan begitu saja, misalnya pendidikan agam islam, fiqh muamalat, dan yang lainnya. Apalagi, orang tua juga kurang memperhatikan kegiatan keagamaan putra-putrinya, seperti shalat, mengaji, dan ain-lain. Padahal, ketinggian tingkat intelektualitas tidak menjamin kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Meski demikian, mereka berlomba-lomba untuk melakukannya meskipun harus mengesampingkan akhlak.
Itulah potret masyarakat modern sekarang ini yang terus menjunjung pendidikan barat sebagai ujung tombak dari segala-galanya. Maka dari itu, perlu memaknai pendidikan secara benar dan tepat. Sebab, jika dalam memaknai atau mengartikan pendidikannya salah maka seluruh elemen-elemen di dalamnya juga akan salah dalam mengartikannya. Oleh karena itu, pemaknaan pendidikan ini sangat penting untuk mengetahui secara universal akan esensi dari pendidikan.
Kalau ditelaah lebih dalam penyebab timbulnya korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan bentuk tindak criminal lainnya adalah karena kurangnya pendidikan agama islam sejak dini. Sehingga, timbul pemahaman tentang pemisahan ilmu dan agama di dalam kehidupan. Mereka menganggap dalam melakukan sesuatu tidak ada campur tangan agama di dalamnya. Oleh karenanya, ilmu dan agama adalah sesuatu yang berdiri sendiri.
Sebenarnya, anggapan seperti itu adalah hasil pemikiran barat untuk menghancurkan agama islam dengan mengkaburkan esensi suatu ilmu. Maka dari itu, kaum barat akan terus melakukan berbagai macam cara untuk menghancurkan islam dalam setiap bidang, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :
orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahaun datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolongmu” (Al-Baqarah : 120).
Menurut Prof. Syed Naquib Al-Attas dalam bukunya “filsafat dan praktik pendidikan islam” yang di terjemahkan oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, pendidikan islam adalah sarana untuk membangun sumber daya manusia dan penanaman nilai kemanusiaan, menciptakan suasana dan tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban.
Menurut Dr. Adian Husaini dalam bukunya pendidikan islam: membangun manusia yang berkarakter dan beradab, pendidikan islam adalah satu betuk amal nyata dalam berjihad di jalan Allah dalam aktivitas dakwah dan menyiapkan generasi mendatang unggul. Sedangkan pengertian pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti. Namun, semua pengertian di atas pada intinya adalah membangun sumber daya manusia secara utuh baik intelektual, emosional dan spritualnya. Sehingga, membentuk manusia yang berkepribadian muslim sejati sesuai ajaran al-qur’an dan sunnah. Dalam al-qur’an, Allah juga menjelaskan tentang adanya pendidikan :
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana” ( Al-Baqarah :129)
Secara garis besar, pendidikan islam sering diartikan sebagai tarbiyah, ta’lim danta’dib. Ketiga makna di atas sering disalahartikan oleh kebanyakan orang. Bahkan, ketiganya dianggap mempunyai arti yang sama. Padahal, ketiga kata itu memiliki arti yang berbeda. Kata “tarbiyah” berasal dari kata rabba yang artinya pendidik sekalian alam. Kata ini diulang dalam al-qur’an sebanyak 169 kali dan terhubungankan dengan beberapa obyek yang berbeda, misalnya alam, manusia, binatang dan yang lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al-Isra’: 28).
Menurut Syed Naquib Al-Attas, kata tarbiyah ini kurang memiliki makna yang tepat untuk pendidikan islam. Sebab, obyeknya tidak di khususkan pada manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara ciptaan-Nya yang lain. Menurut beliau, tarbiyah mengandung pengertian hanya menyinggung aspek fisikal dan emosioanal dalam pertumbuhan dan perkembangan pada binatang dan manusia. Sehingga, kata ini kurang tepat digunakan sebagai makna pendidikan islam yang ditujukan untuk membentuk manusia universal (insanul kamil). Sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an :
” Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya,” Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya)” (Al-Qhasas: 18).
Sedangkan ta’lim hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif saja. Sehingga, peran otak lebih mendominasi pada tataran ini. Jika otak sebagai ujung tombaknya maka akan berakibat pada menghilang nilai-nilai yang ada dalam agama islam. Wal hasil, mereka menganggap ilmu dan agama adalah sesuatu yang terpisahkan. Hal inilah yang memicu timbulnya pemikiran sekulerisme, liberalisme dan paham lain yang berasal dari barat. Dimana, tujuan dari semua itu adalah untuk menghancurkan islam dalam berbagai bidang, termasuk dalam pemikiran.
Padahal, menurut Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi antara ilmu dan agama adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berhubungan satu sama lain. Ketika seseorang yang mempunyai ilmu tanpa di dasari dengan pengetahuan agama maka berakibat pada hancurnya tatanan di masyarakat. Misalnya, seorang dewan yang mempunyai jabatan penting di tingkat kabupaten. Pada suatu hari dia tidak mempunyai uang untuk kebutuhan hidup dan biaya sekolah anaknya. Jika seorang dewan ini tidak memiliki kekuatan agama yang kuat maka berbagai macam cara dilakukan untuk mendapatkan uang meski dengan mengambil dana yang ada di tingkat provinsi ataupun dengan jalan lain yang tidak halal. Oleh karena itu, menurut Syed Nakuib Al-Attas, pengetahuan yang harus didahulukan (fardhu ‘ain) adalah ilmu agama. Sebab, agama merupakan rem dalam hidup di dunia ini. Apalah artinya kalau motor melaju kencang tanpa adanya rem yang kencang. Semua itu akan berakhir dengankecelakan pada diri sendiri.
Ketika konsep tarbiyah dan ta’lim tidak sesuai dengan ajaran yang ada di dalam islam makata’dib lah yang menjadi konsep yang sesuai dengan ajaran islam. Sebagaimana disampaikan oleh Syed Naquib Al-Attas dalm bukunya the concept of education in islam, a framework for an philosophy of education :
“Ta’dib already includes within its conceptual structure the elemen of knowledge (‘ilm), instruction (ta’lim), and good breeading (tarbiyah). So that there is no need the refer to the concept of education ib islam as tarbiyah-ta’lim-ta’dib all together”
Struktur konsep tarbiyah sudah mencakup unsure-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Sehingga, tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan islam adalah sebagaimana yang yang terdapat dalam tiga serangkai konotasitarbiyah-ta’lim-ta’dib. Sehingga, konsep ta’dib ini sudah mencakup tarbiyah dan ta’lim serta mengandung unsur hikmah ilahiyah. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW :
“Sesungguhnya aku ke dunia ini hanya untuk menyempurnakan akhlak”.
Dari hadist di atas sangat jelas kalau misi nabi Muhammad adalah akhlak bukan hanya pada tatanan tarbiyah dan ta’lim saja. Hal ini sesuai dengan makna yang terkandung dalam ta’dibyaitu pengenalan dan pengakuan terhadap realita bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hirearki yang sesuai dengan aktegori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan seseorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas, kepasitas, potensi fisik, intelektual dan spiritual (Wan Mohd Nor Wan Daud : Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas). Wallahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar